24 Okt 2011

30 Hari Menjadi Murid Anakku, Penulis: Mel

Kali ini, disela2 menunggu suting Sinetron Dewa, saya membaca buku ini... Menarik.. Penulisnya seorang ibu rumah tangga yg mengaku banyak belajar dari sikap dan tingkah laku anak2nya... Terbersit dibenak saya banyak ide untuk lebih mengeksplorasi hari2 sangat sederhana yg kami, saya dan anak2,  lewati dirumah... Ternyata sepertinya banyak momen2 berharga yg terlewatkan begitu saja selama bertahun2... Kita ikutan belajar yuk dari keseharian Mbak Mel dan anak2nya yg super!

Etapi hanya sebagian yg saya kutip, persisnya hanya yg mengena dihati saya saja, hehehe...


Menurut Mbak Mel, tulisan ini tidak dibuat dgn maksud menggurui, krn beliau bukan guru, apalagi pakar... "Saya tergolong perempuan yang keras kepala dan kadang harus merasakan jatuh serta memar sendiri untuk belajar. Kadang sikap keras itu jadi sulit ditembus oleh orang dewasa, tapi lain halnya dengan anak2... The softest thing in the world overcome the hardest things in the world ( Thaoist sage, Lau-Tzu). Kalimat yg dilontarkan anak2 bisa melambungkan hati saya yg tinggi, dan juga bisa menampar saya persis hingga jauh kedalam. Anak2 punya dunia tanpa batas. Murni. Sederhana. Dan saya merasa sangat beruntung dpt berbagi dunia dgn mereka. Kini giliran saya yg membaginya...."

KOMPROMI


" Mama yg cantik... yg pinter, yg jago tamatin game aku, yg lucu, yg suka nemenin aku main, yg suka bacain aku cerita...., boleh nggak aku makan permen ini? "

Strategi yg bagus buat mendapatkan keinginannya, bukan? Itu satu kalimat panjang yg utuh dilontarkan si Sulung pada sang Ibu saat dia punya keinginan yg belum tentu diizinkan. Aku akan mengiyakan jika memang "Ya", dan tidak jika perlu berkata "tidak".

"Anak mama yg cakep, yg lucu, yg baik, yg pinter, yg jagoan main bola, yg mau dengerin kata mama, yg nggak marah kalau dibilang "tidak", gimana kalo makan permennya ditunda dulu? Kamu masih batuk. Mama simpan permennya sampai kamu sembuh. Nanti bisa kamu makan ya..."


"Satuuuu aja ma... Sediiiiiikit aja... Aku janji nggak minta lagi..."


" Tahan sediiiiikit lagi ya? sampai sembuh. Sebagai ganti kamu main puzzle, atau lego, atau baca buku, atau yg lain? Mama temenin deh...."


Kompromi, negosiasi, kata yg sudah jadi keseharian kami sekarang. Tidak untuk hal-hal mendasar yg berkenaan keselamatan tentunya. Dan dgn demikian aku rasa anak2 telah melatih para orang tua menjadi negotiator yg baik. Saat bernegosiasi kita lebih distimulasi untuk mencari pemecahan bagi kepentingan kedua belah pihak.

MEMEGANG KATA-KATA


"Oh.. Kamu boleh bermain dikubangan air itu dulu. Tapi hanya 5 menit ya...Saat mama bilang selesai, tandanya sudah harus selesai. Setelah itu nggak main2 lagi. Karena sudah waktunya mandi..."


Meski dulu dia belum mengerti benar konsep waktu sekian menit, atau perbandingan sekarang, nanti, dan entah kapan, tapi setidaknya dia bisa mendapatkan gambaran dari penjabaran kata2 ibunya.

Kata-kata... Aku mendidiknya untuk selalu memegang kata2nya. Dan prinsip itu jelas harus dijalankan juga oleh orang tuanya. Jadi tidak ada kata2 bohong yg bilang tidak pergi, lalu pergi diam2 misalnya. Tidak sembarang mengumbar janji.

"Tunggu sebentar lagi ya sayang? Mama janji setelah selesai kita main keluar..."


" Lama nggak selesainya ma? Ayo dong ma... jangan lama2... Mama jangan ngetik aja..."


"Mama usahain cepet. Kalo nggak kita pasang timer aja, ya. Nanti kalo bunyi, mama pasti udahan deh ngetiknya. 15 menit ya..."


Segera setelah alarm berbunyi, urusan sudah harus berakhir. Komputer dimatikan, lalu kami keluar... Aku mengupayakan diri untuk selalu bertindak sama dgn yg dikatakan. Mudah2an suatu hari, saat memberikan kata2 jaminan ke orang lain, itu benar2 bisa mereka pegang.

HIBURAN


Dating. Berdua saja dgn si Sulung.

Saat itu Ibu sedang suntuk. Penat dan butuh sedikit hiburan. Meski awalnya agak ragu apakah dia bisa diajak jalan2 tanpa mampir ke arena bermain, tapi ide itu tetap dilakukan.

Kami pergi ke satu mall. Disana sang Ibu memesan kopi, muffin, dan satu permen loli buat si Sulung. Kami tertawa terbahak-bahak dgn topik yg hanya jadi lucu buat kami berdua. Belum tentu buat orang lain. Diselingi beberapa kejadian diantaranya, lari ketoilet karena si Sulung kebelet pipis, pertanyaan seputar laron yg banyak disekitar pohon berlampu hias warna warni, termasuk mengajak sang Ibu menyelamatkan laron yg tergeletak dijalan. Juga sepasang sendal berhak sekian centi milik sang Ibu yg talinya putus karena kebanyakan aktivitas lari. Jadi terpaksa harus terseok-seok ke mobil dgn sendal putus. Putusnya kebetulan diakhir kencan. Kencan yg sangat tak terlupakan...

Keluar dari hubungan ibu-anak, disederhanakan jadi satu kata, "teman"... Sangat menyegarkan... Menyegarkan layaknya siraman air disaat kita penat. Lelah dimakan rutinitas. Dan obat saat kekenyangan rutinitas adalah keluar dari rutinitas itu sendiri. setidaknya itu berhasil buatku.

Kencan sang Ibu dgn si Sulung cukup mengingatkan buat aku yg sudah cukup lama tidak menyirami diri sendiri dgn kesegaran tersebut... Ada baiknya cek agenda untuk jadwal berbagi "segar" dgn yg lainnya. Mengisi jadwal berikutnya. Mau bergabung?

KESEIMBANGAN


"Ma... Boleh main game, nggak?"


Terbayangkah kalimat itu menjadi kalimat pertama si sulung ketika bangun di pagi hari? Hal pertama yg dia ingat saat bangun tidur! Persis orang kecanduan. Aku langsung menata ulang pembagian waktunya. Dan perlahan banyak dialihkan untuk bermain diluar.

Pernah juga dia begitu agresif dan sangat tertarik dgn batang kayu panjang berukuran sekitar 80cm yg ditemukan ditaman. Dijadikan pedang dan diselipkan dibalik punggungnya. Sebetulnya tidak jadi korban pedang kayu saja, tapi juga gantungan baju, wiper yg tdk terpakai, tongkat plastik mainan, gulungan karton atau kertas kado milik sang Ibu, dan masih banyak lagi.

Hingga suatu hari, akhirnya ada juga boneka yg dia sukai setelah tokoh2 lainnya yg dia tolak ketika ditawarkan. Elmo. Iya, si merah yg lucu dan ramah, dgn dua bola mata menyembul keluar itu. Digemari juga oleh sang adik. Ksatria kecilku yg ikut menyukai Elmo. Lalu kedua ksatria itu jadi bisa bersikap lebih lucu dibanding beringas.

Kalian butuh keseimbangan dalam sisi apa? Aku butuh penyeimbang sisi maskulin. Untung suka bunga. Cukup berguna jadi penyeimbang kan?

BERTERIMA KASIH


Aku baru saja kembali dari acara outing si Sulung.

"Aku belum mau pulang ma...  Aku mau jalan2 dulu." 


Baiklah. Karena tampaknya dia yg sedang suntuk dan tiba2 enggan langsung pulang setelah acara outing-nya, kali ini aku yg mengikuti permintaannya. Sama seperti ketika Sang Ibu penat dan butuh hiburan. Biar sekarang giliran Sang Ibu yg menemani.

Setelah makan siang di sebuah mall, kami mulai masuk ke arena bermain. Dia memilih mandi bola.

" Kenapa mama nggak masuk?"


" Yg ini khusus buat anak2. Tidak boleh ada pendamping. Jadi mama nggak bisa ikutan masuk."


"Eh, itu lagu apa coba? Nah... bener kan... lagu mama!!! Mama ikut nyanyi coba..."


Ada yg menarik perhatian diacara kencan kali ini. Betapa si Sulung seolah mengerti bahwa ibunya saat itu menemani kepentingannya. Jadi dia tampak sibuk meng-entertain Sang Ibu. Mirip seperti yg dilakukan Sang Ibu tempo hari, tapi dgn caranya sendiri. Dia memperhatikan makanan ibunya, mencoba melibatkan aktif ke dalam permainannya, memperhatikan lagu kegemaran sang Ibu bahkan memintanya ikut bernyanyi pula.

Apa kita orang dewasa sudah cukup peka memperhatikan kepentingan mereka yg "menemani" kita?

Sikap perhatian si Sulung sudah menjadi ucapan terimakasih buat ibunya. Apa selalu perlu ungkapan jelas " terima kasih "? Entah buat yg lain. Tapi buatku tidak. Ada kalanya diperlukan, tapi ada kalanya tdk perlu. Tindakan seperti ini jauh lbh bermakna buatku...

KEADILAN


Pernah merasa kesal krn belum memberikan penjelasan memadai tapi sudah kena semprot orang lain? Entah atasan, kilen, pelanggan, keluarga, atau siapapun.

Yg pasti sulungku pernah. Saat ibunya tidak memberi waktu cukup utk benar2 mendengarkan seluruh penjelasan dan duduk masalahnya. Kadang saking seringnya dia berulah, cenderung mudah untuk menghakimi kasus serupa dgn menganggap bahwa penyebabnya adalah itu-itu juga. Jadi saat si kecil menangis dan ditenggarai tdk lepas dr ulah si Sulung, intonasiku condong seperti langsung menuduhnya duluan dari pada bertanya. Apalagi jika ditengah kerepotan urusan lain, kesabaran untuk bertanya baik2 dan mendengarkan penjelasannya lbh dulu spt menguap.

Ternyata mmg kasusnya tdk melulu itu2 saja. Ada kalanya mmg dia tdk mentah2 beralah. Biasanya setelah selesai menjelaskan dia akan terlihat sgt puas. Tiap nasihat yg diberikan ibunya, tampak diterima dgn lbh senang hati. Dan jika mmg salah, dia juga lbh rela mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan kembali bermain dgn ceria. Sikapnya persis spt org yg sudah memperoleh keadilan akan kasus yg dibawanya k dpn hakim.

Ia mengajari Sang Ibu yg kadang sering tergesa untuk mengerem langkah dan betul2 menahan reaksi. Tahan. Dengar dulu. Meski kelihatan sepele, belum tentu penyebabnya adalah hal yg sudah kita ketahui.

Semua org punya hak untuk memberikan penjelasan. Bukan soal membela diri. tidak semua org bisa bertahan dituding, dimarahi, atau dinilai ini itu tanpa memakai hak mereka untuk memberi penjelasan. Urusan dipercaya-tidaknya, ya, mmg sudah bukan bagian mereka lg. Tapi setidaknya ada kepuasaan tersendiri krn hak mereka sudah terpenuhi.

Sudah didengar....



Komen saya: 

Ah... alangkah indah  dan bermaknanya sebuah keluarga jika sama2 membuka diri untuk saling belajar... Dan juga saling membiasakan diri menyerap tindakan2 positif. Belajar kompromi, memegang kata2, menjaga keseimbangan, menghibur dan keluar dari rutinitas yg kadang melelahkan, berterima kasih, juga berlaku adil merupakan pelajaran hidup yg luar biasa berharganya... Saya pingin ah jadi orang tua yg nggak malu belajar hidup dari anaknya... Mudah2an anak2 juga mersepon sikap positif yg dipraktekkan orang tua setiap harinya... Karna pasti bakal jadi bekal yg paling berharga buat si anak nantinya... Kembali lagi saya saaaaaaaaangat percaya bahwa.... Segalanya berawal dari rumah... :)



4 komentar:

  1. wahhh....mbak monaa
    sepertinya bebakat buat jadi seorang penulis..hehe
    lanjutkan..

    BalasHapus
  2. suka dengan ceritanya.. ijinkan sebagai pembaca ikut berkomentar..

    sungguh indah memang jika semua hal diatas bisa dilakukan. namun terkadang yang menjadi susah adalah antara ibu dan anak tidak bisa saling mengendalikan emosinya.. sehingga bukan negosiasi yang terjadi, melainkan sebuah bentakan atau langsung sebuah ucapan "TIDAK" yang biasanya sering terlontar dari seorang orang tua begitu juga dengan si anak...

    keep posting ya mbk..

    BalasHapus
  3. Justru setelah tau dan terinspirasi dgn konsep2 parenting yg baik, biasanya membuat kita sbg ortu bisa me-manage emosi... Saya rasa kalau anak emosi nggak masalah ya, krn dia hrs mengenal emosinya dan belajar menata emosi dgn baik... Susah2 gampang sih... tapi pasti kita bisa :)

    BalasHapus
  4. Dari dulu pingin baca buku ini, blum kesampaian. Sampe udah susah dicari di toko buku :(

    BalasHapus